Dukungan penuh orang tua akan memudahkan guru untuk maksimal dalam menjalankan program pembelajaran jarak jauh

“Maaf Pak, saya tidak bisa belajar daring dengan nonton TVRI.”
Sebuah pesan singkat lewat aplikasi WhatsApp dikirim oleh Rini, siswa kelas 8. Pesan ini membuat saya mengernyitkan dahi. Ketiadaan HP bisa saya pahami. Tidak ada kuota, boleh jadi kendala biaya. Apalagi gangguan sinyal, harus sangat maklum di daerah ini. Tapi, tidak bisa nonton TVRI di zaman sekarang ini rasanya aneh. Saya kembali membalas pesannya.
“Kok. nggak bisa nonton nak, tidak ada TV kah?”
“TV ada pak, cuma listriknya hanya hidup malam hari, siang hari listrik tempat kami padam.”
Balasan pesannya membuat saya tertegun diam. Pesan singkat yang membuat miris. Masih ada wilayah di ibukota kecamatan yang belum teraliri listrik secara penuh.
Lain lagi kisah Robin dan kawan-kawannya yang harus berjuang mendaki bukit untuk mendapatkan sinyal. Robin merupakan putra daerah Serimbu. Salah satu kecamatan di kabupaten Landak Kalimantan Barat. Tiga bulan pertama pembelajaran jarak jauh menyimpan cerita seru bersama mereka. Sekolah di liburkan, anak-anak belajar dirumah.
Robin harus menempuh jarak kurang lebih 1 jam perjalanan mendaki bukit di kampungnya. Ia tidak sendirian, sekitar sepuluhan temannya satu sekolah juga turut melakukan perjalanan ekstrim tersebut. Belum adanya tower dan fasilitas wifi membuat masyarakat setempat mencari cara bagaimana tetap terhubung dengan internet.
Entah siapa yang memulai, sinyal ternyata bisa mereka dapatkan dari atas bukit di desa. Alhasil, dua atau tiga hari sekali, anak-anak desa serimbu berjalan ke bukit sinyal yang biasa mereka sebut untuk sekedar mengetahui tugas terbaru dan mengirim tugas. Jika ada rezeki kuota, maka update status dan sesaat bermain game online jadi penghibur di atas bukit.
Kisah lebih mengharukan adalah Selpira. Siswa kelas 9 ini menjadi contoh bagi teman-temannya. Tak punya HP android tidak menghalanginya untuk belajar. Pesan SMS sang ibu ke wali kelasnya memberitahukan bahwa Selpira akan berkunjung untuk mengerjakan tugas. Ia datang ke rumah Bu Lisa selaku wali kelasnya, mencatat dan mengerjakan semua tugas. Kemudian minta bantuan untuk memfoto dan mengirimkan tugas tersebut ke semua nomor whatsapp guru mata pelajaran yang memberikan tugas.
Jika ada kisah Rina yang tak bisa nonton TVRI karena terbatas aliran listrik. Lalu cerita Robin dan kawan-kawan yang harus mendaki bukit untuk mencari sinyal. Serta Selpira sang pejuang tangguh yang tak menyerah dengan ketiadaan HP. Tentu ada juga cerita anak-anak yang minim disiplin dan tanggung jawab.
Wali kelas dan guru mata pelajaran hanya bisa mengurut dada plus geleng-geleng kepala. HP android tersedia, sinyal kuat, kuota berlimpah bahkan tanpa batas dengan WiFi. Namun tak kunjung memberikan respon saat belajar dan mengumpulkan tugas. Padahal status WhatsApp selalu berganti-ganti. Ketika guru mata pelajaran menghubungi, jawaban singkat nan menaikkan tensi darah. “Memangnya ada tugas kah Pak?” jawaban santuy tanpa rasa berdosa.
Cerita di atas tentu kurang lebih sama dengan kisah para guru se Indonesia yang saat ini tengah bergelut dan berjuang mengajar jarak jauh. Bangga dengan kisah para guru yang penuh inspirasi. Pengalaman mendadak daring di awal cukuplah menjadi cerita yang menguras energi. Gagap teknologi, emosi tak terkendali dan jauh dari inovasi. Hanya tugas dan tugas yang selalu dikirim.
Ada 3 hal utama yang harus dilakukan guru dalam upaya memberikan keseruan dan kebermaknaan belajar jarak jauh bagi anak didiknya di masa sekarang ini. Pertama, rencanakan dengan baik. Pembelajaran jarak jauh yang menarik, inovatif, inspiratif dan menyenangkan harus direncanakan secara apik. Target yang ingin dicapai dan tidak sekedar mengejar kurikulum. Sarana yang digunakan untuk terus terhubung dengan siswa. Grup WhatsApp adalah sesederhana cara terhubung dengan mereka.
Kedua, penyampaian materi pembelajaran. Variasikan cara kita menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Live streaming youtube, video pembelajaran, e-module serta guru kunjung dengan sistem kluster. Ada 4 model sederhana cara menyampaikan materi pembelajaran yang variatif. Bisa kita selang-seling setiap pekannya.
Ketiga, proses penilaian. Google form merupakan aplikasi paling praktis untuk melakukan penilaian aspek pengetahuan. Tutur bahasa di grup, disiplin dan tanggung jawab dalam mengerjakan tugas, absen kehadiran harian merupakan cara ampuh menilai sikap siswa. Proyek bermakna yang berhubungan dengan pembelajaran dan situasi terkini menjadi inspirasi guru membuat penilaian keterampilan. Membuat face shield adalah contohnya.
Setelah perjalanan lebih kurang dua bulan, pembelajaran jarak jauh di sekolah telah menemukan polanya. Guru tidak lagi gagap dalam menerapkan belajar jarak jauh. Siswa sudah terbiasa mengirimkan tugas melalui google classroom. Peran penting kepala sekolah dalam memberikan arahan, tim kurikulum yang membuat program, serta dukungan penuh seluruh guru mata pelajaran dan wali kelas dalam menjalankan program.
Orangtua dan siswa menjadi penentu di lapangan. Ketika sekolah sudah membuka ruang luas untuk memulai pembelajaran, maka orang tua dan siswa harus siap menyambutnya. Dukungan penuh orang tua akan memudahkan guru untuk maksimal dalam menjalankan program pembelajaran jarak jauh. Semoga!